Rabu, 24 Mei 2017

Kisah #22 Nabi Sulaiman menanggung rezki seekor semut

Tersebut dalam satu riwayat ...

Suatu hari Nabi Sulaiman alaihissalam bertanya kepada seekor semut, "Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun?" "Sebesar biji gandum", jawab si semut.


Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan sebagian saja dari biji gandum itu.

"Mengapa engkau hanya memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya?" tanya Nabi Sulaiman. "Dahulu aku bertawakal dan pasrah diri kepada Allah", jawab si semut. "Dengan tawakal kepada-Nya aku yakin bahwa Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Kerana itu, aku harus tinggalkan sebahagian untuk bekal tahun berikutnya."

Saya petik dari:
http://www.rumahdongeng.com/cerita-anak.php?id=408

Selasa, 23 Mei 2017

Kisah #21 Kucing yang difitnah

Ketika memiliki uang cukup banyak, Nasrudin membeli ikan di pasar dan membawanya ke rumah. Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia berpikir, "Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di sini."

Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya. Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.

"Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?"

Istrinya menjawab, "Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!"

Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya. Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras menyindir,

"Ikanku tadi dua kilo beratnya. Kucing yang baru aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya?"

Kisah #20 Harganya kebenaran


Seperti biasanya, Nasrudin memberikan ceramah di mimbar. "Kebenaran," ujarnya "adalah sesuatu yang berharga. Bukan hanya secara spiritual, tetapi juga memiliki harga material."

Seorang murid bertanya, "Mengapa kita harus membayar untuk sebuah kebenaran ? Kadang-kadang mahal pula ?"

"Kalau engkau perhatikan," sahut Nasrudin, "Harga sesuatu itu dipengaruhi juga oleh kelangkaannya. Makin langka sesuatu itu, makin mahal-lah ia."

Kisah #19 Setelah melirik gadis cantik

Anas bin Malik radiyallahu anhu (ra) menceritakan:

Aku menuju rumah Utsman (ra). Di tengah jalan ada seorang wanita berjalan di sebelahku. Aku hanya  melirik dan membayangkan kecantikannya. Ketika aku sampai di rumah Utsman, sungguh mengherankan, Utsman berkata kepadaku,

"Seseorang di antara kamu menghadapku dan bekas zinanya tampak di alis kedua matanya. Apakah kamu tidak mengerti bahwa zinanya kedua mata adalah memandang. Hendaklah kamu benar-benar bertaubat atau aku menghukummu."

Anas bin Malik bertanya, "Apakah ada wahyu setelah Nabi?"

Utsman (ra) menjawab, "Tidak ada, tetapi aku melihat dengan mata qolbuku, tanda bukti dan firasat yang benar."

Kisah #18 Siapa yang kau percaya?

Nasr Eddin Hodja statue in Bukhara Liab -i-Haouz complex.JPG
By Faqscl - Own work, CC BY-SA 3.0, Link

Seorang tetangga mendatangi pagar rumah Mulla Nasrudin. Nasrudin menemuinya diluar.

"Apa engkau keberatan, Mulla," tetangganya bertanya, "maukah kau meminjamiku keledaimu hari ini? Aku punya barang2 yang perlu aku antar ke desa sebelah."

Nasrudin merasa keberatan meminjamkan keledainya pada orang itu, namun agar tidak nampak kasar, ia menjawab:

"Maaf, tapi aku sudah meminjamkan keledaiku pada orang lain."

Tiba2 keledainya di belakang rumah bersuara keras sekali.

"Tapi Mulla," tetangganya heran. "Aku bisa mendengar suaranya di balik tembok itu!"

"Siapa yang kau percaya," Nasrudin menjawab dengan marah, "keledai itu atau gurumu?"

https://en.wikipedia.org/wiki/Nasreddin

Kisah #17 Subhanallah yang menghijab diri

Ada seorang sufi yang menjadi salah satu wali di Bastam, Iran. Dia punya pengikut dan penggemar, namun dia juga tak pernah absen dari majelis Abu Yazid al-Bustami, seorang Guru Sufi Besar. Dia selalu menyimak ceramahnya, dan duduk bersanding sahabat2nya.

Suatu hari ia bertanya pada Abu Yazid, "Guru, selama 30 tahun aku berpuasa, malamnya aku shalat, sampai aku tak tidur sama sekali. Tapi, aku tak mendapat bekas sedikitpun tentang pengetahuan yang kau sampaikan hari ini. Padahal, aku yakin pada semua pengetahuan ini, dan aku senang pada ceramah Anda ini."

Abu Yazid menjawab, "Bila selama 300 tahunpun kau berpuasa siang hari dan shalat di malam hari, kau tak akan pernah menyadari sedikitpun tentang tema ini."

"Mengapa?" si murid bertanya.

"Karena kau dihijab (ditutupi) oleh dirimu sendiri," jawab Abu Yazid.

"Apa obat untuk hal ini?" si murid bertanya.

"Kau tak kan pernah menyanggupinya," Abu Yazid menjawab.

"Akan kulakukan," jawab murid. "Beritahukan padaku, sehingga aku bisa menjalani apa yang kau ajarkan."

"Baiklah," Abu Yazid menjawab. "Satu jam ini, pergilah dan cukur jenggot dan rambutmu. Lepaslah baju yang kau pakai saat ini, dan ikatkan pakaian bulu domba di pinggangmu. Bawalah tas yang berisi kacang lalu pergilah ke pasar. Kumpulkan semua anak2 yang kau temui dan beritahu mereka, 'Akan aku beri kacang pada siapa saja yang menempeleng aku.' Pergilah ke penjuru kota dengan penampilan yang sama, khususnya tempat dimana semua orang mengenalmu. Itulah obat untukmu."

Kisah #16 Menyenangkan semua orang

Nasruddin Khodja yang sudah tua hendak pulang ke desa dengan anaknya. Anaknya menaiki keledai. Mereka bertemu dua wanita di tengah jalan yang menyindir

"Oh, malangnya! Anak itu menunggang dengan tenang padahal ayahnya yang lansia berjalan. Luar biasa!"

"Ayah," si anak bertanya, "bukankah panjenengan yang meminta saya menungganginya? Ayolah ayah, jangan keras kepala. Panjenengan saja yang menunggang keledai!"


Mereka meneruskan perjalanan, Nasruddin menunggang keledai dan anaknya berjalan hingga bertemu dua lelaki tua yang menyapa.